Senin, 19 November 2018

MAKALAH DAKWAH BERBASIS MASYARAKAT


MAKALAH
DAKWAH BERBASIS MASYARAKAT
Disusun guna memenuhi tugas
  Mata Kuliah : Sosiologi Dakwah
    Dosen Pengampu : Suprihatiningsih, S.Ag., M.Si

Disusun oleh :
1.      Muhammad Muhlis Faroqi (1701046041)
2.      Annisa Nuha Nabilah         (1701046055)
3.      Dinna Sixteen Noviany      (1701046067)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN WALISONGO SEMARANG
2018



BAB I
PENDAHULUAN

        A. Latar Belakang
Ajaran Islam adalah konsepsi yang sempurna dan kompeherensif, karena ia meliputi segala aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Islam secara teologis merupakan sistem nilai dan dan ajaran yang bersifat ilahiah dan transenden. Sedangkan dari aspek sosiologis , Islam merupakan fenomena peradaban, kultural, dan realistis sosial dalam kehidupan manusia.
Selanjutnya salah satu aktivitas keagamaan yang secara langsung digunakan untuk mensosialisasikan ajaran Islam bagi penganutnya dan umat manusia pada umumnya adalah aktivitas dakwah. Aktivitas ini dilakukan baik melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan nyata. [dakwah bi al-lisan, wa al-qalam wa bi al-hal]
Secara kualitatif dakwah Islam bertujuan untuk mempengaruhi dan mentransformasikan sikap batin dan perilaku warga masyarakat menuju suatu tatanan kesalehan individu dan kesalehan sosial. Dakwah dengan pesan-pesan keagamaan dan pesan-pesan sosialnya juga merupakan ajakan kepada kesadaran untuk senatiasa memiliki komitmen [istiqomah] di jalan yang lurus. Dakwah adalah ajakan yang dilakukan untuk membebaskan individu dan masyarakat dari pengaruh eksternal nilai-nilai syaitaniah dan kejahiliahan menuju internalisasi nilai-nilai ketuhanan. Disamping itu, dakwah juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan dalam berbagai aspek ajarannya agar diaktualisasikan dalam bersikap, berpikir dan bertindak.
           B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana  pengertian tipologi masyarakat?
2.      Apa saja prinsip-prinsip dasar pendekatan dakwah berbasis masyarakat?
3.      Bagaiman model-model pendekatan dakwah berbasis masyarakat?



BAB II
PEMBAHASAN
           1. Pengertian Tipologi Masyarakat
Secara etimologi, kata tipologi berasal dari bahasa yunani, yaitu “typos” dan “logos” yang berarti imu pengelompokan. Dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia)  KBBI tipologi diartikan sebagai ilmu watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan menurut corak watak masing-masing. Dengan demikian, tipologi dapat didefinisikan sebagai kajian suatu bidang ilmu dalam mendeskripsikan kelompok-kelompok yang didasarkan atas kesamaan karakter atau watak.
Sementara itu, kata masyarakat dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia) KBBI diartikan sebagai sejumlah manusia dalam arti yang seluas-luasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Maclver dan page mendefinisikan masyarakat sebagai suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia.
Tipologi merupakan sekumpulan sifat-sifat yang relatif sama, sementara sifat merupakan satuan-satuan tipe yang tidak dikumpulkan. Dengan pengertian tersebut, tipologi kepribadian islam yang dimaksudkan disini adalah satu pola karakteristik berupa sekumpulan sifat-sifat yang sama, yang berperan sebagai penentu ciri khas seorang muslim dan yang membedakan dengan yang lain. Perbedaan pola karakteristik yang disebut itu adalah baik antara sesama muslim atau antara seorang muslim dengan non muslim.[1]
Jadi, berdasarkan paparan di atas, maka yang dimaksud dengan tipologi masyarakat adalah pengelompokan masyarakat beragama kedalam jenis-jenis kelompok yang didasarkan atas kesamaan corak, watak, dan karakteristik tertentu yang menandainya.
          2. Prinsip-Prinsip Dasar Pendekatan Dakwah Berbasis Masyarakat
 Yaitu acuan prediktif yang menjadi dasar berpikir dan bertindak realisasikan bidang dakwah yang mempertimbangkan aspek budaya dan keragamanya ketika berinteraksi dengan mad’u dalam rentangan ruang dan waktu seusai perkembangan masyarakat.
Dalam Al-Qur’an tersebar ayat-ayat yang mengisyaratkan adanya makna fungsional sebagai metode juga memuat prinsip-prinsip dakwah baik secara implisit maupun eksplisit. Misalnya, dalam Al-quran surat An-nahl ayat 125. Apabila diperinci satu persatu berdasarkan isyarat ayat terrsebut, maka prinsip-prinsip dakwah termasuk dakwah antar budaya meliputi, antaralain sebagai berikut:
a.       Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid, yakni keharusan mengajak, bukan mengejek, kepada jalan Allah SWT (ila sabili rabbi). Meskipun dakwah telah memiliki konotasi sebagai upaya-upaya pemahaman, gerakan, dan perorganisasian dalam menyampaikan pesan-pesan islam, dalam praktiknya tak semudah seperti yang dipikirkan. Oleh karena itu, perlu penegasan lebih lanjut mengingat pertimbangan-pertimbangan psikologis maupun sosiologis da’i dan mad’u.
Secara psikologis, nurani tindakan berdakwah merupakan panggilan bagi setiap orang yang beriman dan berilmu (da’i) seusai kecakapanya masing-masing. Sementara bagi mad’u harus mengikut seruan-seruan tersebut. Hal ini mesti tertanam dalam benak batin orang-orang yanag beriman. Kekuatan keyakinan akan dakwah islam sebagai implementasi iman dan aktivitas sholeh akan teraktulisasikan melalui aktivita-aktivitas keseharianya. Aktivitas-aktivitas sholeh tersebut dalam dinamika dan ragamnya terpantul secara konkret tak hanya berbentuk aktivitas fisik, tetapi juga melalui munculnya ide-ide atau gagasan. Kemudian dari ide-ide tersebut berkembang dan melembaga sehingga terjadi kelembagaan pranata masyarakat atau proses institusionalisasi dakwah yang pada akhrinya akan membentuk suatu arah terbentuknya masyarakat damai, bermoral, teratur dan beradab. Meskipun begitu, tetap harus mengikuti prisip-prinsip dakwah berikutnya.
b.      Prinsip Bil Hikmah (Kearifan)
Hikmah adalah sikap mendalam sebagai hasil renungan yang teraktulisasikan pada cara-cara tertentu untuk mempengaruhi orang lain atas dasar pertimbangan psiko-sosio-kultural mad’u secara rasional. Hikmah adalah suatu syarat mutlak suksesnya pencapaian tujuan dakwah. Prinsip hikmah ini terutama ditujukan bagi mad’u golongan cerdik cendikia, tetapi menolak kebenaran dalam ranah dakwah mujadalah (berdebat/diskusi) dan hikmah ukhuwah hasanah (contoh, tauladan yang baik) dalam ranah kondisi mad’u orang awam.
Hikmah itu sendiri menurut Ali Mahfoed, adalah karunia Allah kepada orang  yang dicintainya. Allah (Al Hakim) memberi karunia kepada seseorang, maka ia akan banyak memperoleh kebaikan dan kebajikan. Kebajikan tersebut biasanya tidak untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Dekat dengan hikmah (kebijaksanaan adalah sifat atau perilaku adil). Karenanya perilaku adil juga harus merupakan bagian dari sikap da’i dalam berdakwah, baik menyangkut metode, mad’u maupun materi dakwah.
c.       Prinsip  Bil Mau’idzah Hasanah
Bil mau’idzah hasanah adalah menasehati seseorang dengan tujuan tercapainya suatu manfaat atau maslahat baginya. Bil mau’idzah hasanah merupakan cara berdakwah yang disenangi, mendektkan manusia kepada-Nya dan tidak menyesatkan meraka, memudahkan dan tidak menyulitkan. Alhasil, bil mau’idzah hasanah adalah perkataan ynag masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang sehingga perasaan menjadi lembut. Tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang dan tidak menjelek-jelekan atau membongkar kesalahan. bil mau’idzah hasanah atau tutur kata yang baik, minimal tidak menyinggung ego dan melukai perasaan hati orang lain, maksimal memberi kepuasan hati orang lain, baik dengan sengaja maupun tidak.
d.      Prinsip wajadilhum bilati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang paling indah atau tepat dan akurat).
                  Prinsip wajadilhum bilati hiya ahsan yakni prinsip pencarian dan kebenaran yang mengedepnkan kekutan argumentasi logis bukan kemenangan emosi yang membawa bias, terutama yang menyangkut materi dan keyakinan seseorang, idola dalam hidup dan tokoh panutan.
e.       Prinsip Universalitas
Islam adalah ajaran tauhid. Kalimat tauhid la ilahailaah (tiada tuhan selain Allah) adalah landasan universalisme islam. Tidak ada seusatu kecenderungan (illah/ lil/ elohim/ hanif) kecuali hanya kecenderungan benar kepada-Nya.
Prinsip nilai-nilai universalitas dapat dilihat juga dalam khotbah terakhir Nabi Muhammad Saw : “…semua kalian adalah keturunan Adam, dan Adam berasal dari tanah. Orang arab tak lebih mulia dibanding non arab, begitu pula orang kulit putih atas orang kulit hitam, kecuali ketakwaan iman nya…” Penggalan isi pidato nabi ini baru menjadi isu aktual para pemimpin dunia sekarang ini, jauh puluhan abad Muhammad telah megumandangkan. Dan semua manusia berkewajiaban menangggapi seruaan Allah dengan penuh kesadaran dan penuh ketaatan.
f.       Prinsip Liberation (Pembebasan)
Pembebasan disini memiliki dua arti, pertama, bagi da’i yang melaksanakan tugas dakwah harus bebas dari segala ancaman terror yang mengancam kesalamatanya, terbebas dari segala kekurangan materi untuk menghindari fitnah yang merusak citra da’i dan harus benar-benar yakin bahwa kebenaran ini hasil penilaianya sendiri. Kedua, kebebasan terhadap mad’u tidak ada paksaan dalam agama.  
Dalam berdakwah memang sudah seharusnya tidak bersifat memaksa apalagi tindakan intimidasi dan terror. Yang diharapkan dari mad’u adalah pesetujuan bukan paksaan. Tujuannya adalah meyakinkan bahwa islam adalah benar.
g.      Prinsip Rasionalitas
Merupakan respon asasi terhadap masyarakat yang menggunakan prinsip amal hidupnya dengan prinsip-prinsip rasional, seperti yang sedang terjadi pada masyarakat sekarang. Hubungan antara individu dengan masyarakat lainya terikat kontrak dalam situasi fungsional terutama ukuran-ukuran yang bersifat materi. Posisi da’i dalam peranya mengahadapi mad’u yang rasional ini adalah megimbanginya denganp pendekatan-pendekatan yang rasional baik dalam pemahaman nilai agama, maupun prakrik keagamaan. Sikap proaktif seoarang da’i dalam proses bimbinganya serta ikut partisipasi dalam setiap perkembangan yang terjadi dimasyarakat adalah bentuk empirik sikap rasional.
h.      Prinsip yatlu’ alaihim ayatihi (membacakan)
           Yatlu ’alaihim ayatihi, adalah suatu prinsip penahapan dalam berdakwah. Pengungkapan mealui ketajaman sensualitas indra lisan masih sangat diperlukan, bahkan masih menjadi prinip utama hingga dewasa ini.
i.        Prinsip wa yuzkihim wa yualimuhumal-kitab wa la-hikmah (pencucian jiwa dengan pengajaran al-kitab dan al hikmah)
wa yuzkihim wa yualimuhumal-kitab wa la-hikmah (pencuccian jiwa dengan pengajaran al-kitab dan al hikmah) adalah prinsip pencucian dari anasir-anasir jahiliyah dan kebodohan. Hal ini merupakan prioritas dalam aktivitas dakwah dan mengisinya dengan ilmu yang berlandaskan keimanan adalah solusi yang paling tepat dan strategis.
j.        Prinsip Mengakan Etika Atas Dasar Kearifan Budaya
mengakkan etika atas dasar kearifan budaya yang megacu pada pemikiran teologi qurani, yaitu prinsip moral dan etik yang diturunkan dalam isyarat al-quran dan as-sunnah tentang nilai baik buruk dan keharusan perilaku ketika melaksanakan dakwah islam termasuk didalam nya bidang dakwah antar budaya.[2]
3        3.   Model-model pendekatan dakwah Berbasis Masyarakat
masyarakat sasaran Dakwah sangatlah heterogen, mereka terdiri dari kalangan intelektul, pejabat, pengusaha sampai rakyat jelata. Ada laki-laki, ada perempu’an, ada orang tua, remaja, dan ada anak-anak, ada masyarakat kota (urban) dan ada masyarakat desa (rural), disamping masyarakat, yang sering terlupakan, dengan berbagai problem kehidupan yang mereka hadapi. Maka dari itu munculah model-model pendekatan berbasis masayarakat, yakni tadbir, tathwir, irsyad dan tabligh/ta’lim. Keempatnya menghendaki keterlibatan da’i secara langsung dalam pengentasan kemiskinan dan solusi dari beragam persoalan kehidupan yang mereka hadapi.
a.       Tadbir
Tadbir adalah Dakwah melalui dakwah dan manajemen dakwah masyarakat yang dilakukan dalam rangka perekayasaan sosial dan pemberdayaan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), pranata sosial keagamaan serta menumbuhkan pengembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan pokok seperti penyusunan kebijakan, perencanaan program, pembagian tugas dan pengorganisasian, pelaksanaan dan monitoring serta pengevaluasian dalam dakwah masyarakat dari aspek perekonomian dan kesejahteraannya.  Dengan kata lain tadbir berkaitan dengan Dakwah melalui dakwah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
b.      Tathwir
Tathwir dilakukan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi keumatan. Pertama tathwir dilakukan dalam rangka peningkatan sosial budaya masyarakat melalui upaya pentransformasian dan pelembagaan nilai-nilai ajaran islam dalam realitas kehidupan masyarakat luas seperti kegiatan humaniora, seni budaya, penggalangan ukhuwah islamiyah, pemeliharaan lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dengan kata lain tathwir berkaitan dengan kegiatan Dakwah melalui pendekatan washilah sosial budaya atau Dakwah kultural. Kedua, melalui program jaring pengaman sosial (sosial safety net) yang lebih menyentuh persoalan kebutuhan primer dan berorientasi pada kesetiakawanan serta keperdulian sosial. Ketiga, melalui pemberdayaan (empowerment) fungsi institusi-institusi sosial dalam menangani problematika kehidupan masyarakat. Keempat, melalui upaya kondisioning dalam pemahaman, sikap dan persepsi tentang keberagaman dan dakwah manusia seutuhnya. Kelima, membentuk atau melalui upaya kerjasama dengan panti-panti rehabilitasi sosial, seperti panti jompo, panti anak yatim dan terlantar, program anak asuh, dakwah rumah singgah yang aman dan nyaman untuk anak-anak jalanan dan sebagainya.
c.        Irsyad
Irsyad merupakan upaya-upaya Dakwah yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan dan konseling islam. Dakwah model ini dilakukan dalam rangka pemecahan masalah sosial (problem solving) psikologis melalui kegiatan pokok bimbingan dan konseling pribadi, keluarga dan masyarakat luas baik secara preventif maupun kuratif. Mengapa hal ini harus dilakukan? Sebab Dakwah mestinya bisa memberi jawaban dan solusi jitu atas ragam persoalan yang melanda kehidupan masyarakat.
Dakwah pun  harus berorientasi pada “Dakwah” yang membebaskan manusia dari ragam persoalan kehidupan. Permasalahan di kehidupan tidak hanya angkara murka, kesombongan diri, iri hati/ dengki, rakus dan lahap jalaluddin rahmat, namun tentu saja ada permasalahan kehidupan lainya.
Itulah sebabnya, fokus Dakwah tidak lagi hanya sekadar dialog tentang halal-haram, baik-buruk, wajib-sunnah dan seterusnya. Akan tetapi Dakwah juga harus bisa digandengkan dengan berbagai persoalan lain yang lebih aktual, misalnya upaya dalam meningkatkan kesejahteraan (perekonomian) hidup umat, penguasaan ilmu dan teknologi, informasi dan komunikasi, kesehatan jiwa dan mental, ketenteraman dan kedamaian, dan sebagainya. Dakwah mestinya hadir dalam berbagai lingkup dan dimensi yang berisikan sejumlah tawaran dan alternatif solusi untuk umat dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan yang mereka hadapi.
d.       Tabligh/ta’lim
Model Tabligh atau ta’lim dilakukan sebagai upaya penerangan dan penyebaran pesan Islam dan dalam rangka pencerdasan serta pencerahan masyarakat melalui kegiatan pokok, sosialisasi, internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, baik dengan menggunakan sarana mimbar maupun media massa (cetak dan audio visual). Dan Dakwah pada masyarakat  menggunakan metode Bi al-Hikmah. Yaitu suatu pendekatan yang sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauanya sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik, maupun rasa tertekan. Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilaksanakan atas dasar persuasive. Karna dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis.




BAB III
PENUTUP
       A.   Kesimpulan
Tipologi dapat didefinisikan sebagai kajian suatu bidang ilmu dalam mendeskripsikan kelompok-kelompok yang didasarkan atas kesamaan karakter atau watak. Masyarakat dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia) KBBI diartikan sebagai sejumlah manusia dalam arti yang seluas-luasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Jadi, tipologi masyarakat adalah pengelompokan masyarakat beragama kedalam jenis-jenis kelompok yang didasarkan atas kesamaan corak, watak, dan karakteristik tertentu yang menandainya.
Prinsip-prinsip berdakwah berbasis masyarakat ada 10 macam yaitu: prinsip tauhid, Prinsip Bil Hikmah (Kearifan), Prinsip Bil Mau’idzah Hasanah, Prinsip wajadilhum bilati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang paling indah atau tepat dan akurat), Prinsip Universalitas, Prinsip Liberation (Pembebasan), Prinsip Rasionalitas, Prinsip yatlu’ alaihim ayatihi (membacakan), Prinsip wa yuzkihim wa yualimuhumal-kitab wa la-hikmah (pencucian jiwa dengan pengajaran al-kitab dan al hikmah), Prinsip Mengakan Etika Atas Dasar Kearifan Budaya. Model-model pendekatan dakwah berbasis masyarakat ada 4 macam yaitu: Tadbir, Tathwir,  Irsyad, Tabligh/ta’lim.
DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Isam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Aripudin, Acep. 2012. Dakwah Antar Budaya. Bandung: PT Remaja Rosda Karya






[1] Abdul mujib, kepribadian dalam psikologi islam, (Jakarta: PT raja grafindo persada 2006), hlm 171-172
[2] Acep Aripudin, Dakwah Antar Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya 2012), hlm 44-54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBERDAYAAN IBU-IBU PKK MELALUI PELATIHAN PRODUK TANAMAN TOGA

Keberdayaan perempuan di bidang ekonomi adalah salah satu indikator meningkatnya kesejahteraan. Saat perempuan menjadi kaum terdidik, mempun...